11/12/2008

KAWRUH BASA SASTRA

KAWRUH BASA
ISTILAH-ISTILAH DALAM SASTRA JAWA

babad:sastra sejarah dalam tradisi sastra Jawa;
digunakaan untuk pengertian yang sama dalam tradisi
sastra Madura dan Bali; istilah ini berpadanan dengan
carita, sajarah [Jawa/Sunda], hikayat, silsilah, sejarah
[Sumatera, Kalimantan, dan Malaysia

bebasan: ungkapan yang memiliki makna kias dan
mengandung perumpamaan pada keadaan yang dikiaskan,
misalnya nabok nyilih tangan.

gancaran: wacana berbentuk prosa.

gatra: satuan baris, terutama untuk puisi tradisional.

gatra purwaka: bagian puisi tradisional [parikan dan
wangsalan] yang merupakan isi atau inti.

guru gatra: aturan jumlah baris tiap bait dalam puisi
tradisional Jawa [tembang macapat].

guru lagu: [disebut juga dhong-dhing] aturan rima
akhir pada puisi tradisional Jawa.

guru wilangan: aturan jumlah suku kata tiap bait dalam
puisi tradisional Jawa.

janturan: kisahan yang disampaikan dalang dalam
pergelaran wayang untuk memaparkan tokoh atau situasi
adegan.

japa mantra: mantra, kata yang mempunyai kekuatan gaib
berupa pengharapan.

kagunan basa: penggunaan kata atau unsur bahasa yang
menimbulkan makna konotatif; ada berbagai macam
kagunan basa, antara lain tembung entar, paribasan,
bebasan, saloka, isbat, dan panyandra.

kakawin: puisi berbahasa Jawa kuno yang merupakan
adaptasi kawyra dari India; salah satu unsur
pentingnya adalah suku kata panjang dan suku kata
pendek [guru dan laghu].

kidung: puisi berbahasa Jawa tengahan yang memiliki
aturan jumlah baris tiap bait, jumlah suku kata tiap
baris, dan pola rima akhir sesuai dengan jenis metrum
yang membingkainya; satu pupuh kidung berkemungkinan
terdapat lebih dari satu pola metrum.

macapat: puisi berbahasa Jawa baru yang
memperhitungkan jumlah baris untuk tiap bait, jumlah
suku kata tiap baris, dan vokal akhir baris; baik
jumlah suku kata maupun vokal akhir tergantung atas
kedudukan baris bersangkutan pada pola metrum yang
digunakan; di samping itu pembacaannya pun menggunakan
pola susunan nada yang didasarkan pada nada gamelan;
secara tradisional terdapat 15 pola metrum macapat,
yakni dhandhang gula, sinom, asmaradana, durma,
pangkur, mijil, kinanthi, maskumambang, pucung,
jurudemung, wirangrong, balabak, gambuh, megatruh, dan
girisa.

manggala: "kata pengantar" yang terdapat di bagian
awal keseluruhan teks; dalam tradisi sastra Jawa kuno
biasanya berisi penyebutan dewa yang menjadi pujaan
penyair (isthadewata), raja yang berkuasa atau yang
memerintahkan penulisan, serta--meskipun tak selalu
ada--penanggalan saat penulisan dan nama penyair;
istilah manggala kemudian dipergunakan pula dalam
penelitian teks-teks sastra Jawa baru.

pada: bait

parikan: puisi tradisional Jawa yang memiliki gatra
purwaka (sampiran) dan gatra tebusan (isi); pantun
[Melayu].

parikan lamba: parikan yang hanya mempunyai
masing-masing dua baris gatra purwaka dan gatra
tebusan.
parikan rangkep: parikan yang mempunyai masing-masing
dua baris gatra purwaka dan gatra tebusan.

pepali: kata atau suara yang merupakan larangan untuk
mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu, misalnya
aja turu wanci surup.

pupuh: bagian dari wacana puisi dan dapat disamakan
dengan bab dalam wacana berbentuk prosa.

panambang: sufiks/akhiran

panwacara: satuan waktu yang memiliki daur lima hari:
Jenar (Pahing), Palguna (Pon), Cemengan (Wage), Kasih
(Kliwon), dan Manis (Legi).

Paribasan: ungkapan yang memiliki makna kias namun
tidak mengandung perumpamaan, misalnya dudu sanak dudu
kadang, yen mati melu kelangan.

pegon: aksara Arab yang digunakan untuk menuliskan
bahasa Jawa.

pujangga: orang yang ahli dalam menciptakan teks
sastra; dalam tradisi sastra Jawa; mereka yang berhak
memperoleh gelar pujangga adalah sastrawan yang
menguasai paramasastra

Tidak ada komentar: